Senin, 04 Januari 2016

PERANG SALIB (Makalah Sejarah Peradaban Islam)




PERANG SALIB
SEJARAH PERADABAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU : IIN KENDEDES M.A.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5
DIAN SARI                                       1311070045
TRI ANIROTUL HIKMAH              1311070059
SITI AMINAH                                   1311070074






JURUSAN PAI PRODI PGRA B
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)RADEN INTAN
LAMPUNG
2014



PENDAHULUAN
Perang salib adalah perang yang dilancarkan oleh tentara Kristen dari berbagai kerajaan di Eropa Barat terhadap umat Islam di Asia Barat dan Mesir. Dikatakan perang salib, karena tentara salib membawa simbol salib dalam memerangi umat Islam di berbagai wilayah. Perang ini didorong dendam sejarah karena khilafah dan dinasti Islam melakukan ekspansi hingga mencapai dunia Eropa.
Perang salib ini dimulai dengan pidato Paus Urbanus II di Clermont Perancis yang mengobarkan api semangat umat Kristen untuk perang suci dalam rangka merebut tempat-tempat perziarahan umat Kristen dari tangan umat Islam.
Sebab- sebab terjadinya perang salib antara lain :
1.      Kebencian   umat  Kristen dan dendam yang dipendamnya akibat kekalahan tentara gabungan Romawi yang tediri dari tentara Romawi, Ghuz, Perancis, Armenia dan lainnya.
2.      Dinasti Seljuk ketika menguasai Bait al Maqdis menetapkan  peraturan yang ketat bagi umat Kristen yang akan berziarah ke Bait al Maqdis.
3.      Ekspasi beberapa dinasti Islam yang memasuki Eropa dan menguasai kota-kota lain di Spanyol.
4.      Ancaman kekuatan dinasti Seljuk membuat kaum Kristen Romawi dan Yunani ketakutan, sehingga bekerja sama untuk melawan Islam.
5.      Dendam atas penghancuran gereja Holy Sepulchre di Palestina dan pembakaran salib di Mesir oleh khalifah Al Hakim serta penangkapan pimpinan gereja di Eropa.





PEMBAHASAN
A.           LATAR BELAKANG TERJADINYA PERANG SALIB
Peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun  464 H./1071 M.  Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuzt, Al-Akraj, al Hajr, Perancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan perang salib. [1]
Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H. dari kekuasaan dinasti  Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Dan dinasti Saljuk telah mengalahkan  tentara  Bizantyum  tahun 1071 M. serta menakhlukkan sebagian  Asia kecil yang sebelum itu tidak sempat ditakhlukkan orang-orang Arab. Mereka kemudian menjadikan kawasan itu sebagai tapak kaum bangsa keturunan Turki.[2] Penguasa Seljuk juga menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke Baitul Maqdis. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk  memperoleh kembali keleluasaan berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M.  Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib yang terjadi dalam 3 periode.
B.       PERIODESASI PERANG SALIB
1.      Periode Pertama
Pada periode ini ditandai dengan seruan Paus Urbanus II dan pendeta Herbert yang pernah melakukan studi keislaman(orientalis) dan dipromosikan menjadi Uskup dengan nama Uskup Silvester II untuk perang suci melawan kaum muslim.[3] Dan ia mengadakan kongres untuk menghimpun berbagai kelompok  agama dari berbagai wilayah di Eropa.[4]
Ketika itu musim semi tahun 1095 M. dan 150.000 orang Eropa sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstatinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menakhlukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha(Edessa). Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama, mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemond dilantik  menjadi  rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis pada 15 Juli 1099 M. dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya Godfrey.[5]
Pasukan salib mengepung kota al Quds selama 40 hari  dan membunuh kaum muslim yang sedang sholat di Masjidil Aqsha. Kemudian mereka mengusir penduduk kota itu dan membunuh siapa saja yang mereka lihat sehingga mencapai 70.000 muslim.[6] Setelah penakhlukkan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka(1104 M) Tripoli(1109 M) dan kota Tyre(1124 M), di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, dengan rajanya Raymond.[7]
2.      Periode Kedua
Periode ini ditandai dengan reaksi orang-orang Kristen Eropa atas jatuhnya kota-kota penting ke tangan tentara Islam dibawah pimpinan Imaduddin Zanki dan Nuruddin Zanki.[8] Imaduddin Zanki, penguasa Moshul dan Irak. Ia adalah orang pertama dari keluarga Zanki yang memimpin kaum muslimin melancarkan peperangan melawan kaum salib.[9] Ia juga berhasil menakhlukkan kembali Aleppo, Hamimah dan Edessa pada tahun 1144 M namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya, Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut  kembali Anteochea pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Jatuhnya Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut oleh raja Perancis, Louis VII dan raja Jerman, Condrad II. Keduanya memimpin pasukan salib untuk merebut wilayah Kristen di Syiria. Condrad II dengan pasukannya berangkat dari Ratisbon dengan melewati wilayah Hungaria atas izin raja King Geza II. Sedangkan Louis VII dengan pasukannya berangkat dari Metz melintasi Hugaria juga.[10] Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri dan pulang ke negerinya.  
Setelah Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin al Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. setelah meruntuhkan daulah Fathimiyyah dan berhasil mengusir tentara salib dari Yerussalem.[11] Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem tahun 1187 M. dengan demikian kerajaan Latin yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ketangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib, merekapun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard the Lion Hart, raja Inggris, dan Philip Augustus, raja Perancis. Pasukan ini bergerak tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan Latin. Akan tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina. Pada tanggal 2 November 1192 M. dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al Romlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Bait al maqdis tidak akan diganggu.[12]
Akhir periode ini ditandai dengan iklim damai dan untuk sementara waktu,  masyarakat, pasukan Islam dan pasukan salib dapat menghirup udara kebebasan tanpa perang. Kekuatan pasukan Islam di bawah komando Shalahuddin al Ayyubi telah melemahkan ambisi peperangan tentara salib yang dikobarkan atas nama agama.[13]
3.      Periode Ketiga
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan akan dapat bantuan dari orang-orang Kristen al Qhithbi. Pada tahun 1219 M. mereka berhasil menduduki Dimyat.
Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah ketika itu al Malik al Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick , isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara al Malik melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslim di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen dan Syiria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247 M dimasa pemerintahan al Malik al Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai bani Mamalik yang menggantikan posisi Ayyubiyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun. [14]Tahun 1248 Louis menyerbu Mesir tapi gagal dan ia menjadi tawanan. Prancis perlu menebus dengan emas yang sangat banyak untuk membebaskannya.
Tahun 1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang Tunisia. Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk, Baybars. Louis meninggal di medan perang. Pada masa inilah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1291M.
Sampai di sini periode Perang Salib berakhir. Namun, beberapa sejarawan Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki (1453) juga sebagai Perang Salib. Penaklukan Islam oleh Ratu Spanyol,Isabella(1492), juga dianggap Perang Salib.[sumber:globalkhilafah]
Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita Islam yang terkenal gagah berani, yaitu Syajar ad Dur. Ia berhasil menghancurkan pasukan salib dan menangkap raja Louis IX  dari Perancis. Dan ia pun telah mampu menunjukkan sikap kebesaran Islam dengan membebaskan dan mengizinkan raja Louis IX kembali ke negerinya.[15] 
Demikianlah perang salib berkobar di Timur dan tidak terhenti di Barat dan Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana. Di kawasan Timur dunia Islam kaum Salib mengancam keselamatan kaum muslimin dengan kampanye militernya yang dilancarkan berturut-turut. Sedangkan di kawasan Barat, yaitu di selatan Eropa mereka berhasil mengusir kaum muslimin dari Andalusia setelah kaum muslim mundur meninggalkan daerah Syam.[16]
Meskipun umat Islam dapat mempertahankan daerahnya dari tentara salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali.  Karena peperangan itu terjadi di wilayah Islam. Kerugian ini menyebabkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam  posisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah  terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintah pusat Abbasiyah di Baghdad.[17] Akan tetapi meskipun demikian, mereka tidak dapat merebut  apapun dari tangan kaum muslimin, dan tidak dapat menurunkan bendera Islam dari Palestina. [18]

KESIMPULAN
Perang salib merupakan peristiwa peperangan antara kaum Muslim dengan kaum Kristen untuk memperebutkan kekuasaan atas wilayah Eropa yang terjadi selama hampir 2 abad, yaitu abad ke 11 sampai abad ke 13.
Perang salib terjadi dalam 3 periode. Pada periode pertama, perang salib yang dipelopori oleh pidato Paus Urbanus II di Perancis untuk merebut kembali wilayah kekuasaan tempat peribadatan kaum Kristen dari tangan Islam. Peristiwa ini ditandai dengan kemenangan tentara salib dan mereka berhasil mendirikan kerajaan Latin di Edessa, Antiochia, Baitul Maqdis(Yerussalem) dan Tripoli.
Pada periode kedua, tentara Islam berhasil merebut kembali wilayahnya di bawah komando Immaduddin Zanki dan putranya Nuruddin Zanki raja Moshul dan Mesir yang mengakibatkan orang Kristen Eropa mencetuskan kembali perang salib yang kedua. Namun dibawah pimpinan Shalahuddin al Ayyubi tentara salib berhasil ditakhlukkan. Dan ia membuat perjanjian dengan pasukan salib yang dikenal dengan Suhlh al Romlah.
Kemenangan yang telah diraih oleh umat Islam tak membuat orang Kristen Eropa menyerah. Dibawah pimpinan Frederick, tentara salib menyerang daerah Mesir  dan berhasil menguasai Dimyat pada tahun 1219 M.
Kemudian raja Frederick mengadakan perjanjian dengan raja Malik al Kamil yang meminta agar raja Malik melepaskan Palestina dan raja Frederick melepaskan Dimyat serta menjamin keamanan umat Islam disana. Namun pada masa selanjutnya, palestina dapat direbut kembali oleh umat Islam.
Demikianlah perang salib terjadi terus menerus dan berkelanjutan, disebabkan ekspansi Islam sampai Eropa dan ambisi umat Kristen untuk merebut  wilayah tempat  peribadatan mereka.


DAFTAR PUSTAKA

-       Abdul Hakim al ‘Afifi, 1000 Peristiwa dalam Islam, Bandung : Pustaka Hidayah, 2002.
-       Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 1991.
-       A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka al Husna, 1993.
-       Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
-       Joesoef Su’ib, Sejarah Daulat Abbasiyah III, PT. Bulan Bintang.
-       Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta : Fajar Media Press, 2011.
-       Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,  Jakarta : Amzah, 2013.













[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta :  PT. Raja Grafindo Persada,2003, hlm. 76 
[2] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta : Pustaka al Husna, 1993, hlm. 346-347
[3] Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam,Yogyakarta : Fajar  Media Press, 2011, hlm. 111
[4] Abdul Hakim al ‘Afiifi, 1000 peristiwa dalam Islam, Bandung : Pustaka Hidayah, 2002, hlm.250
[5] Badri Yatim, op.cit, hlm. 77
[6] Abdul Hakim al ‘Afiifi, op.cit, hlm.253
[7] Badri Yatim, op.cit, hlm.77
[8] Syamsul Bakri, op.cit, hlm.112
[9] Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1991, hlm.152
[10] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah III, Bulan Bintang, hlm. 145
[11] Ahmad Amin, op.cit, hlm. 153
[12] Badri Yatim, op.cit, hlm. 78
[13] Syamsul Bakri, op.cit, hlm. 113
[14] Badri Yatim, op.cit, hlm. 79
[15]  Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2013, hlm. 241
[16]  Ahmad Amin, op.cit, hlm. 153-154
[17]  Badri Yatim, op.cit, hlm.79
[18]  Syamsul Munir Amin, op.cit, hlm. 241

Tidak ada komentar:

Posting Komentar