PERANG SALIB
SEJARAH PERADABAN ISLAM
DOSEN PENGAMPU : IIN KENDEDES M.A.
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
DIAN SARI 1311070045
TRI ANIROTUL HIKMAH 1311070059
SITI AMINAH 1311070074
JURUSAN PAI PRODI PGRA B
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)RADEN INTAN
LAMPUNG
2014
PENDAHULUAN
Perang salib adalah perang yang
dilancarkan oleh tentara Kristen dari berbagai kerajaan di Eropa Barat terhadap
umat Islam di Asia Barat dan Mesir. Dikatakan perang salib, karena tentara
salib membawa simbol salib dalam memerangi umat Islam di berbagai wilayah.
Perang ini didorong dendam sejarah karena khilafah dan dinasti Islam melakukan
ekspansi hingga mencapai dunia Eropa.
Perang salib ini dimulai dengan
pidato Paus Urbanus II di Clermont Perancis yang mengobarkan api
semangat umat Kristen untuk perang suci dalam rangka merebut tempat-tempat
perziarahan umat Kristen dari tangan umat Islam.
Sebab- sebab terjadinya perang salib
antara lain :
1.
Kebencian
umat
Kristen dan dendam yang dipendamnya akibat kekalahan tentara gabungan
Romawi yang tediri dari tentara Romawi, Ghuz, Perancis, Armenia dan lainnya.
2.
Dinasti
Seljuk ketika menguasai Bait al Maqdis menetapkan peraturan yang ketat bagi umat Kristen yang
akan berziarah ke Bait al Maqdis.
3.
Ekspasi
beberapa dinasti Islam yang memasuki Eropa dan menguasai kota-kota lain di
Spanyol.
4.
Ancaman
kekuatan dinasti Seljuk membuat kaum Kristen Romawi dan Yunani ketakutan,
sehingga bekerja sama untuk melawan Islam.
5.
Dendam
atas penghancuran gereja Holy Sepulchre di Palestina dan pembakaran salib di
Mesir oleh khalifah Al Hakim serta penangkapan pimpinan gereja di Eropa.
PEMBAHASAN
A.
LATAR
BELAKANG TERJADINYA PERANG SALIB
Peristiwa penting dalam gerakan
ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart,
tahun 464 H./1071 M. Tentara Alp Arselan yang hanya
berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara
Romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuzt, Al-Akraj,
al Hajr, Perancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan
dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian
mencetuskan perang salib. [1]
Kebencian itu bertambah setelah Dinasti
Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H. dari kekuasaan
dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di
Mesir. Dan dinasti Saljuk telah mengalahkan
tentara Bizantyum tahun 1071 M. serta menakhlukkan
sebagian Asia kecil yang sebelum itu
tidak sempat ditakhlukkan orang-orang Arab. Mereka kemudian menjadikan kawasan
itu sebagai tapak kaum bangsa keturunan Turki.[2]
Penguasa Seljuk juga menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin
berziarah ke Baitul Maqdis. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka.
Untuk memperoleh kembali keleluasaan
berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M. Paus Urbanus II berseru kepada umat
Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal
dengan nama Perang Salib yang terjadi dalam 3 periode.
B.
PERIODESASI
PERANG SALIB
1.
Periode
Pertama
Pada periode ini ditandai dengan
seruan Paus Urbanus II dan pendeta Herbert yang pernah melakukan
studi keislaman(orientalis) dan dipromosikan menjadi Uskup dengan nama Uskup
Silvester II untuk perang suci melawan kaum muslim.[3]
Dan ia mengadakan kongres untuk menghimpun berbagai kelompok agama dari berbagai wilayah di Eropa.[4]
Ketika itu musim semi tahun 1095 M. dan
150.000 orang Eropa sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju
Konstatinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey,
Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni
1097 mereka berhasil menakhlukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai
Raha(Edessa). Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin
sebagai raja. Pada tahun yang sama, mereka dapat menguasai Antiochea dan
mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi
rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis pada 15 Juli 1099
M. dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya Godfrey.[5]
Pasukan salib mengepung kota al Quds
selama 40 hari dan membunuh kaum muslim
yang sedang sholat di Masjidil Aqsha. Kemudian mereka mengusir penduduk kota
itu dan membunuh siapa saja yang mereka lihat sehingga mencapai 70.000 muslim.[6]
Setelah penakhlukkan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya.
Mereka menguasai kota Akka(1104 M) Tripoli(1109 M) dan kota Tyre(1124 M), di
Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, dengan rajanya Raymond.[7]
2.
Periode
Kedua
Periode ini ditandai dengan reaksi
orang-orang Kristen Eropa atas jatuhnya kota-kota penting ke tangan tentara
Islam dibawah pimpinan Imaduddin Zanki dan Nuruddin Zanki.[8]
Imaduddin Zanki, penguasa Moshul dan Irak. Ia adalah orang pertama dari
keluarga Zanki yang memimpin kaum muslimin melancarkan peperangan melawan kaum
salib.[9]
Ia juga berhasil menakhlukkan kembali Aleppo, Hamimah dan Edessa pada tahun
1144 M namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya, Nuruddin
Zanki. Nuruddin berhasil merebut kembali Anteochea pada tahun 1149 M dan pada
tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Jatuhnya Edessa ini menyebabkan orang-orang
Kristen mengobarkan perang salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan
perang suci yang disambut oleh raja Perancis, Louis VII dan raja Jerman,
Condrad II. Keduanya memimpin pasukan salib untuk merebut wilayah Kristen
di Syiria. Condrad II dengan pasukannya berangkat dari Ratisbon dengan
melewati wilayah Hungaria atas izin raja King Geza II. Sedangkan Louis
VII dengan pasukannya berangkat dari Metz melintasi Hugaria juga.[10]
Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki. Mereka
tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri
melarikan diri dan pulang ke negerinya.
Setelah Nuruddin wafat tahun
1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin al Ayyubi
yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. setelah
meruntuhkan daulah Fathimiyyah dan berhasil mengusir tentara salib dari
Yerussalem.[11] Hasil peperangan Shalahuddin
yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem tahun 1187 M. dengan demikian
kerajaan Latin yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ketangan kaum
muslimin sangat memukul perasaan tentara salib, merekapun menyusun rencana
balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja
Jerman, Richard the Lion Hart, raja Inggris, dan Philip Augustus,
raja Perancis. Pasukan ini bergerak tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan
berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian
dijadikan ibukota kerajaan Latin. Akan tetapi mereka tidak berhasil memasuki
Palestina. Pada tanggal 2 November 1192 M. dibuat perjanjian antara tentara
salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al Romlah.
Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah
ke Bait al maqdis tidak akan diganggu.[12]
Akhir periode ini ditandai dengan
iklim damai dan untuk sementara waktu, masyarakat, pasukan Islam dan pasukan salib
dapat menghirup udara kebebasan tanpa perang. Kekuatan pasukan Islam di bawah komando
Shalahuddin al Ayyubi telah melemahkan ambisi peperangan tentara salib
yang dikobarkan atas nama agama.[13]
3.
Periode
Ketiga
Tentara salib pada periode ini
dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka berusaha
merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan akan dapat
bantuan dari orang-orang Kristen al Qhithbi. Pada tahun 1219 M. mereka berhasil
menduduki Dimyat.
Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah
ketika itu al Malik al Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick , isinya
antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara al Malik melepaskan
Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslim di sana, dan Frederick
tidak mengirim bantuan kepada Kristen dan Syiria. Dalam perkembangan
berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247
M dimasa pemerintahan al Malik al Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai bani Mamalik yang menggantikan posisi Ayyubiyah, pimpinan
perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun. [14]Tahun 1248 Louis menyerbu Mesir tapi
gagal dan ia menjadi tawanan. Prancis perlu
menebus dengan emas yang sangat banyak untuk membebaskannya.
Tahun
1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang Tunisia.
Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk, Baybars. Louis
meninggal di medan perang. Pada masa inilah Akka dapat direbut kembali oleh
kaum muslimin pada tahun 1291M.
Sampai di sini periode Perang Salib berakhir. Namun,
beberapa sejarawan Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan
Muhammad II Al-Fatih dari Turki (1453) juga sebagai Perang Salib. Penaklukan
Islam oleh Ratu Spanyol,Isabella(1492), juga dianggap Perang
Salib.[sumber:globalkhilafah]
Dalam
periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita Islam yang
terkenal gagah berani, yaitu Syajar ad Dur. Ia berhasil menghancurkan pasukan salib dan menangkap
raja Louis IX dari Perancis. Dan
ia pun telah mampu menunjukkan sikap kebesaran Islam dengan membebaskan dan
mengizinkan raja Louis IX kembali ke negerinya.[15]
Demikianlah perang salib berkobar di Timur dan tidak
terhenti di Barat dan Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana. Di kawasan
Timur dunia Islam kaum Salib mengancam keselamatan kaum muslimin dengan
kampanye militernya yang dilancarkan berturut-turut. Sedangkan di kawasan
Barat, yaitu di selatan Eropa mereka berhasil mengusir kaum muslimin dari
Andalusia setelah kaum muslim mundur meninggalkan daerah Syam.[16]
Meskipun umat Islam dapat mempertahankan daerahnya dari tentara salib,
namun kerugian yang mereka derita banyak sekali. Karena peperangan itu terjadi di wilayah
Islam. Kerugian ini menyebabkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah.
Dalam posisi demikian mereka bukan
menjadi bersatu, tetapi malah terpecah
belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintah pusat
Abbasiyah di Baghdad.[17] Akan tetapi meskipun demikian,
mereka tidak dapat merebut apapun dari
tangan kaum muslimin, dan tidak dapat menurunkan bendera Islam dari Palestina. [18]
KESIMPULAN
Perang salib merupakan peristiwa peperangan antara kaum Muslim dengan kaum
Kristen untuk memperebutkan kekuasaan atas wilayah Eropa yang terjadi selama
hampir 2 abad, yaitu abad ke 11 sampai abad ke 13.
Perang salib terjadi dalam 3 periode.
Pada periode pertama, perang salib yang dipelopori oleh pidato Paus Urbanus
II di Perancis untuk merebut kembali wilayah kekuasaan tempat peribadatan
kaum Kristen dari tangan Islam. Peristiwa ini ditandai dengan kemenangan
tentara salib dan mereka berhasil mendirikan kerajaan Latin di Edessa,
Antiochia, Baitul Maqdis(Yerussalem) dan Tripoli.
Pada periode kedua, tentara Islam
berhasil merebut kembali wilayahnya di bawah komando Immaduddin Zanki
dan putranya Nuruddin Zanki raja Moshul dan Mesir yang mengakibatkan
orang Kristen Eropa mencetuskan kembali perang salib yang kedua. Namun dibawah
pimpinan Shalahuddin al Ayyubi tentara salib berhasil ditakhlukkan. Dan ia
membuat perjanjian dengan pasukan salib yang dikenal dengan Suhlh al Romlah.
Kemenangan yang telah diraih oleh
umat Islam tak membuat orang Kristen Eropa menyerah. Dibawah pimpinan Frederick,
tentara salib menyerang daerah Mesir dan
berhasil menguasai Dimyat pada tahun 1219 M.
Kemudian raja Frederick mengadakan
perjanjian dengan raja Malik al Kamil yang meminta agar raja Malik
melepaskan Palestina dan raja Frederick melepaskan Dimyat serta menjamin
keamanan umat Islam disana. Namun pada masa selanjutnya, palestina dapat direbut
kembali oleh umat Islam.
Demikianlah perang salib terjadi terus menerus dan berkelanjutan,
disebabkan ekspansi Islam sampai Eropa dan ambisi umat Kristen untuk
merebut wilayah tempat peribadatan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
- Abdul Hakim al ‘Afifi, 1000 Peristiwa dalam Islam, Bandung :
Pustaka Hidayah, 2002.
- Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, Bandung : Remaja
Rosdakarya Offset, 1991.
- A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka
al Husna, 1993.
- Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2003.
- Joesoef Su’ib, Sejarah Daulat Abbasiyah III, PT. Bulan
Bintang.
- Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta :
Fajar Media Press, 2011.
-
Syamsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2013.
[2]
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta : Pustaka al Husna,
1993, hlm. 346-347
[3]
Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam,Yogyakarta : Fajar Media Press, 2011, hlm. 111
[4]
Abdul Hakim al ‘Afiifi, 1000 peristiwa dalam Islam, Bandung : Pustaka
Hidayah, 2002, hlm.250
[5]
Badri Yatim, op.cit, hlm. 77
[6]
Abdul Hakim al ‘Afiifi, op.cit, hlm.253
[7]
Badri Yatim, op.cit, hlm.77
[8]
Syamsul Bakri, op.cit, hlm.112
[9]
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
1991, hlm.152
[10]
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah III, Bulan Bintang, hlm. 145
[11]
Ahmad Amin, op.cit, hlm. 153
[12]
Badri Yatim, op.cit, hlm. 78
[13]
Syamsul Bakri, op.cit, hlm. 113
[14]
Badri Yatim, op.cit, hlm. 79
[15]
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, Jakarta : Amzah, 2013, hlm. 241
[16]
Ahmad Amin, op.cit, hlm. 153-154
[17]
Badri Yatim, op.cit, hlm.79
[18] Syamsul Munir Amin, op.cit, hlm. 241
Tidak ada komentar:
Posting Komentar